Kenapa harus begini?

Buka mata hati telinga. Sesungguhnya masih ada yang lebih penting dari sekedar kata cinta. Yang kau inginkan tak selalu yang kau butuhkan. Mungkin memang yang paling penting cobalah untuk membuka mata hati telinga.
Adakah kau rasakan kadang hati dan pikiran tak selalu sejalan seperti yang kau harapkan. Tuhan tolong tunjukkan apa yang kan datang. Hikmah dari semua misteri yang tak pernah terpecahkan.
-Maliq & D’essentials : mata hati telinga-


Hari ini seorang sahabat yang sedang mengalami masa tidak menyenangkan dalam hidupnya karena cinta yang terlambat ia sadari bertanya ‘Kenapa harus begini? Kan lebih gampang kalo kita langsung ketemu orang yang tepat?’. Pertanyaan yang membuat saya garuk-garuk kepala karena menurut saya pertanyaan itu hanya Tuhan yang tahu jawabnya. Akhirnya saya hanya membalas ‘Kalo itu aku ga tahu jawabannya. Yang pasti ga ada yang sia-sia dalam hidup ini, pasti ada hikmahnya deh’.
Jujur, saya juga sering mempertanyakan hal yang sama. Kenapa saya mesti transit di tempat yang salah berkali-kali?. Kenapa Tuhan ga bawa saya dengan direct flight, langsung ke orang yang Dia pilihkan untuk saya?. But then, saya ga pernah bisa menemukan jawaban dari pertanyaan ini. Saya hanya percaya bahwa Tuhan punya rencana yang baik untuk saya. Lagipula saya selalu percaya kalimat ini : Tidaklah luput sesuatu darimu melainkan ada ganti yang sama atau lebih baik darinya. Saya tidak perlu khawatir karena saya selalu ada dalam penjagaanNya.
Dan lagi, bukankah hidup memang seperti ini?. Perjalanan panjang yang kita sendiri ga tahu kapan akan berakhir. Transit ke sana, transit ke sini, menghela nafas sejenak, menunggu untuk kemudian melanjutkan perjalanan. Kadang merasa lelah, tapi perjalanan hidup ga boleh berhenti. Mungkin saya memang harus bertemu beberapa orang yang tidak tepat agar saya segera tahu dan sadar jika pada akhirnya nanti saya bertemu orang yang tepat. Karena seringkali saya tidak tahu apa yang sebenarnya saya inginkan. Mungkin inilah cara Tuhan untuk menuntun saya mencari apa yang sebenarnya saya inginkan, apa yang sebenarnya tepat buat saya. Merangkum hal-hal yang tidak saya inginkan untuk mencari apa yang sesungguhnya saya inginkan.

Hampir 25 tahun dan masih belum punya pacar. Is it a big deal? NOPE! For sure.

Kenapa setiap kali ketemu temen, sering sekali berulang pertanyaan yang sama, “Kamu sama siapa sekarang?” dan setiap kali itu pula saya akan mengulangi jawaban yang sama, “Belum sama siapa-siapa”, ditambah senyum saya yang paling manis.

Pertanyaan yang wajar, mengingat selama berteman dengan mereka saya memang tidak pernah memperkenalkan seorang laki-laki yang berlabel ‘pacar saya’, namun jadi agak mengganggu ketika muncul pernyataan susulan seperti ini : “Kamu sih terlalu pemilih, standarmu terlalu tinggi”. Biasanya saya akan diam barang satu dua detik, tersenyum, lalu berkata “engga juga ah”. Tadinya saya selalu mengabaikan pernyataan ini, tapi setelah dua orang teman saya mengatakan hal yang sama berturut-turut di sesi obrolan panjang yang berbeda saya jadi bertanya pada diri sendiri. Do I? (seorang pemilih maksudnya).

Kalau memilih jelas iya. Wong untuk barang-barang yang saya pakai dari ujung rambut sampai ujung kaki saja saya pilih-pilih, masa untuk menetapkan seorang pacar, yang mana berpotensi untuk jadi pendamping hidup saya nantinya, saya tidak memilih? Jelas saya ingin yang terbaik. Pertanyaan sebenarnya adalah “Apakah saya menetapkan standar yang terlalu tinggi?”. Rasanya kok tidak ya.

Saya memang punya criteria, tapi yang sifatnya kualitatif. Misalnya, seorang yang akan menjadi pacar saya nanti haruslah seorang yang bisa saya ajak bicara soal apa saja, seorang yang bertanggung jawab terhadap diri dan masa depannya, seorang yang selalu bisa membuat saya tertawa. Hal-hal seperti itu, bukan hal-hal yang sifatnya kuantitatif seperti seorang itu haruslah tinggi, harus punya pekerjaan bergengsi, harus berpenghasilan tetap dengan nominal sekian rupiah, harus punya ini, harus punya itu, harus begini, harus begitu. Tidak, saya tidak pernah menetapkan criteria seperti itu. Walaupun sekali waktu saya pernah merasa terpesona pada seseorang karena atribut yang melekat pada dirinya (yah selain ganteng dan punya senyum manis, dia punya pekerjaan yang baik, pintar, aktif, rajin olahraga, punya banyak pengalaman untuk di-share, and he has a very nice ride, hehehe,,,, ). But then I realize that I don’t really like him, I just like the idea of having someone like him.

Saya lalu jadi ingat ketika cinta pertama saya dulu bertanya apa yang membuat saya sayang sama dia. Waktu itu saya hanya bilang “I don’t know, I just like you”. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, saya jatuh hati padanya karena dia selalu bisa saya ajak bicara soal apa saja, saya selalu bisa menjadi diri saya sendiri di hadapannya, dia selalu bisa memotivasi saya dengan caranya sendiri, dan saya selalu bisa tertawa di sampingnya (juga nangis-nangis Bombay banget waktu dia pergi). That’s why I used to love him.

Jadi rasanya saya menetapkan criteria yang wajar. Bukankah kualitas seperti itu yang kita harapkan ada di pasangan kita?. Iya kan?.

Selain soal standar saya yang katanya tinggi padahal engga, saya juga baru menyadari bahwa saya tidak pernah kesepian. Memang ada saat-saat dimana saya merasa benar-benar sendiri, karena saya jauh dari keluarga, jauh dari sahabat-sahabat saya, tinggal di kota yang baru saya kenal, dan saya tidak punya pacar tempat berkeluh-kesah. Tapi ketika di penghujung suatu weekend saya memutuskan bahwa saya akan mulai menikmati kota tempat saya mengais rejeki sekarang ini, saya kemudian sadar bahwa saya tidak seharusnya merasa kesepian. Saya punya sahabat-sahabat baru disini, saya punya teman lama yang sama-sama bekerja di kota ini, dan kota ini juga punya banyak sudut menarik untuk dijelajahi (walaupun tetep ga ngalahin Solo, hiks,,,, jadi kangen). Saya tetap punya sahabat-sahabat untuk berbicara soal apa saja, meskipun hanya lewat jaringan seluler, jaringan internet, dan jaringan pertemanan bernama facebook, I never lose them. Jadi, rasanya saya tidak punya alasan untuk merasa kesepian. Di weekend itu saya kemudian memutuskan untuk menghubungi beberapa orang teman, membuat janji temu, jalan ke sana, jalan ke sini, dan saya melewati weekend yang sangat menyenangkan yang rasanya baru kali pertama saya nikmati setelah setahun tinggal di kota ini. This is how a life should be.

Dan ya, saya tidak punya alasan untuk tidak menikmati masa single saya. Being single is an option, being happy is a must!.

susu dan tingkat kecerdasan anak

Minggu pagi sama dengan jalan kaki muterin alun-alun sebanyak lima kali bersama ibunda tercinta.Seingat saya sih ritual ini (terpaksa) saya lakukan sejak status saya berubah dari mahasiswa menjadi pengangguran. Nemenin Ibu yang sedang menggiatkan diri berolahraga dan memaksa anak-anaknya (yang mana pada saat itu yang bisa dipaksa cuma saya) ikut menyukseskan program tersebut. Awal menginjakkan kaki di halaman rumah yang terasa adalah hawa males dan bau kasur yang begitu menggoda. Tapi begitu sampe alun-alun, mungkin terbawa crowd disana kali ya, akhirnya toh saya bisa melangkahkan kaki dengan ringan sambil menghirup udara pagi Kota Pekalongan yang masih lumayan seger.
Minggu pagi kemarin juga begitu. Keluar rumah tanpa sepatu, cuci muka seadanya, trus nutup pagar rumah sambil nguap lebar. Semua berjalan seperti biasa sampai percakapan aneh ini terjadi .

Saya : Bu, satu puteran lagi ya?
Ibu : Iya.

...........
jeda agak lama.
...........

Ibu : Ibu heran deh Ti, kok Ening bisa pinter yah?
Saya : Hah? (masih belum ngerti maksud obrolan ini)
Ibu : Iya, kok dia bisa pinter ya padahal kan Ibu ngasihnya susu yang jelek.
Saya : Ngasih ASInya kurang?
Ibu : Bukan, Ibu ngsihnya susu murah. Ga kaya yang Ibu kasih ke kamu dan Enis.
Saya : Heh?
Ibu : Kok bisa ya?
Saya :..................


Pelajaran pagi itu : harga susu ternyata tidak berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak. Jadi ibu-ibu se-Indonesia Raya, tenanglah! Walau anak anda mengkonsumsi susu murah, mereka tetap bisa berprestasi di sekolah.


Melodrama mengepung kita

Ternyata kalo ada yg bilang masyarakat Indonesia itu adalah masyarakat yg melodramatis ya beralasan jg. Coba aja liat reality show di tv-tv nasional. Melodramatis abis.

Yang bercucuran air mata di sana-sini lah, yang kena omel mpe nangis2 lah, yang adu mulut ga jelaslah, yang ada orang ketiga, keempat, kelima, dst itu. Lengkap dg backsound ala adegan horor.
Coba deh bandingin sama reality show impor macam nanny 911. Itu baru reality show. Ada yang bisa dipelajari dari sana untuk menghadapi situasi nyata.
Tapi kok ya tetep aja yg namanya reality show tetep banyak yg nonton. Ya mungkin penjelasannya balik ke depan tadi. Masyarakat kita memang melodramatis.

Kapan ya show tv nasional kita bisa lebih sehat, cerdas, dan informatif. Ga sekedar lucu-lucuan tapi kosong. Ga sekedar jual drama ga jelas.

..........

Ini selasa sore, dan aku masih belum 100%.
Musti reload energi dimana yah?
fiuuuuuuh...... (hembus nafas panjang).

kayanya gara-gara kelamaan libur deh.

Bikin blog?

Yup! dan akhirnya saya membuat sebuah blog.
Sebenernya udah lama pengen bikin blog, tapi karena rasa enggan yang lebih besar jadi ya baru sekarang kesampean.
Kenapa saya niat bikin blog? Karena saya butuh ruang untuk berdialog dengan diri sendiri. Saya butuh ruang untuk mendengarkan diri sendiri. Butuh ruang untuk merefleksikan apa yang ada dalam pikiran saya. And, this is it. My 'me-space'.
Dan kenapa secangkir coklat hangat? Karena secangkir coklat hangat selalu membawa perasaan nyaman untuk saya.
So, enjoy this chocolate taste!